Assalamu'alaikum.wr.wb
pada kesempatan ini saya akan mencoba berbagi tentang konsep ameloblastoma, yang mana penyakit ameloblastoma ini dapat tidak terlihat gejala awalnya yang pada akhirnya proses penangannya menjadi lambat. semoga artikel ini bermanfaat.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Secara klinis
dan histologi, jaringan gigi pada awalnya merupakan jaringan sangat sederhana,
kemudian berubah. Jaringan ini terdiri dari beragam sel pembentuk, dan melalui
serangkaian perubahan morfologi baik secara fisiologi ataupun biomekanik
berkembang menjadi suatu jaringan yang berbeda. Perubahan secara penuh sulit
untuk dijelaskan karena jaringan ini merupakan perubahan yang berasal dari
jaringan penghubung antara ektodermal dan mesodermal.
Ameloblastoma
merupakan jenis tumor jinak odontogenik epithelial, tanpa perubahan pada
jaringan penghubung, sejenis dengan tumor odontogenik epithelial disertai
adanya pengapuran. Ameloblastoma adalah neoplasma sejati yang tidak mangalami
pembentukan enamel, dapat berkembang dari sel-sel epithelial yang terdapat dalam
organ enamel, folikel, membran periodontal,dan epitelium yang melapisi kista
dentigerus dan ruang sempit pada rahang.
Pada beberapa kasus, tumor ini kemungkinan
dapat muncul dari permukaan epitelium, walaupun hal ini sulit ditentukan.
Ameloblastoma berasal dari bagian cortex, menyerang jaringan lunak, sehingga
berbatasan dengan permukaan epitelium, dan terbagi menjadi jenis kista dan
solid.
B.
TUJUAN
1.
Tujuan
Umum
Tujuan umum pembuatan makalah ini untuk menambah
wawasan tentang ameloblastoma.
2.
Tujuan
Khusus
Tujuan
khusus pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang :
a. Pengertian
ameloblastoma
b. Klasifikasi
ameloblastoma
c. Etiologi
ameloblastoma
d. Patofisiologi
ameloblastoma
e. Pathway
ameloblastoma
f. Manifestasi
klinik ameloblastoma
g. Gambaran
histopatologis ameloblastoma
h. Gambaran
radiologis ameloblastoma
i.
Pemeriksaan penunjang ameloblastoma
j.
Penatalaksanaan ameloblastoma
k. Konsep
asuhan keperawatan pada pasien dengan ameloblastoma
l.
Contoh kasus perioperatif (intra
operatif) pada pasien dengan ameloblastoma.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN
AMELOBLASTOMA
1. Ameloblastoma
merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa atau
gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Price, Sylvia A, 2006).
2. Ameloblastoma
merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi di mandibula dan
maksila. Tumor ini berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses
pembentukan gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel
tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara mikroskopis, ameloblastoma tersusun
atas pulau-pulau epitelium di dalam stroma jaringan ikat kolagen. Ameloblastoma
juga mempunyai beberapa variasi dari tampilan histopatologis, akan tetapi tipe
yang paling sering terlihat yaitu tipe folikular dan pleksiform. Pada sebagian
besar kasus, ameloblastoma biasanya asimptomatik, tumbuh lambat, dan dapat
mengekspansi rahang (Arif, 2001).
3. Definisi
ameloblastoma (amel, yang berarti enamel dan blastos, yang berarti kuman)
adalah tumor, jarang jinak epitel odontogenik (ameloblasts, atau bagian luar, pada
gigi selama pengembangan) jauh lebih sering muncul di rahang bawah dari rahang
atas. Ini diakui pada tahun 1827 oleh Cusack. Jenis neoplasma odontogenik
ditunjuk sebagai adamantinoma pada 1885.
4. Tumor
ini jarang ganas atau metastasis (yaitu, mereka jarang menyebar ke bagian lain
dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan
kelainan yang parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel
yang abnormal mudah infiltrat dan menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah
eksisi luas diperlukan untuk mengobati gangguan ini
5. Ameloblastoma
ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang tidak menjalani
diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh
Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya
bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis bersifat
persisten.
6. Ameloblastoma
adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma biasanya
pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini
bersifat jinak
7. Jadi
Ameloblastoma adalah suatu tumor berasal dari sel – sel embrional dan terbentuk
dari sel – sel berpontesial bagi pembentukan enamel. Tumor ini biasanya tumbuh
dengan lambat, secara histologis jinak tetapi secara klinis merupakan neoplasma
malignan, terjadi lebih sering pada badan atau ramus mandibula dibanding pada
maksila dan dapat berkapsul atau tidak berkapsul.
B.
KLASIFIKASI
AMELOBLASTOMA
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh54_kSoyyELcm2hw72LNhUgEuKZu25IIS4G1mQDhdEYTF9JRaUEjfyxvZQqq2ZX2cA3epFbVKyQ3c58DfOqXBKiZgwIul2f-chDjpWyeXzHE27X2oFbclGhXBplNkSq4svtP6-lor8yFU/s1600/LAPORAN+PENDAHULUAN+AMELOBLASTOMA2.png
a. Konvensional solid/multikistik (86%)
Tumor
ini akan menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang terjadi
pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi
pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukkan angka prevalensi yang sama
pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada prediksi jenis kelamin
yag signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling sering
terjadi pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini
terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior.
Tumor
ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan
radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau
ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh
lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesis jarang terjadi
bahkan pada tumor besar.
Tumor
ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi dalam
bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam tipe
histologis tapi hal ini tidak mempengaruhi perawatan maupun prognosis.
Tipe
solid atau multikistik tumbuh vasif secara lokal memiliki angka kajadian
rekuransi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain
tumor ini memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.
Ameloblastoma
tipe solid/multikistik ini ditandai dengan agka terjadi rekurensi sampai 50%
selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau
multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal
disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup
diindikasikan untuk tipe ini.
b. Unikistik (13%)
Ameloblastoma
unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini ditemukan pada
pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik
ditemukan pada mandibula pada regio posterior.
Ameloblastoma
tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara klinis maupun secara
radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan gigi yang
erupsi.
Tipe
ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista.
Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio
parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai
ameloblastoma unikistik pertama kali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan
Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan
menyerang enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya
menunjukkan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60% dengan demikian
enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan
perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi kiro dengan
cairan atau dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.
c. Periferal/Ekstraosseous (1%)
Periferal
ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma atau
ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar.
Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat gingiva
dan tidak ada keterlibatan tulang dibawahnya. Periferal ameloblastoma ini
umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus
atau granular.
Tumor
ini diyakini mewakili 2% sampai 10% dari seluruh kasus ameloblastoma yang
didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua rentang umur dari 9
sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi kebanyakan pada
pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.
70%
dari emeloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian
ramus. Dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena.
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan perawatan tumor
tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan
lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi lokal dengan
mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal. Margin
inferior harus diikutkan periosteoum untuk meyakinkan penetrasi sel tumor ke
tulang tidak terjadi.
C.
ETIOLOGI
AMELOBLASTOMA
Etiologi
ameloblastoma sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa
ahli mengatakan bahwa ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan gigi,
pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut. Ameloblastoma
dapat terjadi pada segala usia, namun paling banyak dijumpai pada usia dekade 4
dan 5. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, tetapi prediksi pada golongan
penderita kulit berwarna. Ameloblastoma dapat mengenai mandibula maupun
maksila, paling sering pada mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah
mandibula; 60% terjasi di regio molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10%
regio simpisis.
Tumor
ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan
tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:
1.
Sisa-sel
dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari
beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer
berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah
mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.
2.
Sisa-sisa
dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang
mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik
3.
Epitelium
dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus
yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai
ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous
tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik,
terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
4.
Basal
sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada
beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral.
D.
PATOFISIOLOGI
AMELOBLASTOMA
Tumor
ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi baik.
Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya
terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi
mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya
terbagi menjadi 3 tahap :
1.
Tahap
pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat
Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
2.
Tahap
kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon melalui
pembelahan(poliferasi).
3.
tahap
terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan satu
atau lebih karakteristik neoplasma ganas.
F.
MANIFESTASI
KLINIK AMELOBLASTOMA
Manifestasi
klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena itu tumor ini
jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai dengan 6
tahun.
Gambaran Klinik:
1.
Pembengkakan
dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat meyebabkan deformitas
wajah.
2.
Konsistensi
bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak
3.
Terjadi
ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
4.
Tumor
ini meluas ke segala arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya
5.
Terdapat
tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa tumor telah
mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis
6.
Tidak
terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan benjolan
disertai rasa nyeri.
7.
Berkurangnya
sensilibitas daerah distribusi n.mentalis kadang-kadang terdapat ulserasi oleh
karena penekanan gigi apabilah tumor sudah mencapai ukuran besar.
8.
Biasanya
berisi cairan berwarna merah kecoklatan
9.
Gigi
geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.
Ameloblastoma
merupakan tumor yang jinak tetapi merupakan lesi invasif secara lokal, dimana
pertumbuhannya lambat dan dapat dijumpai setelah beberapa tahun sebelum
gejala-gejalanya berkembang. Ameloblastoma dapat terjadi pada usia dimana
paling umum terjadi pada orang-orang yang berusia diantara 20 sampai 50
tahundan hampir dua pertiga pasien berusia lebih muda dari 40 tahun. Hampir
sebagian besar kasus-kasus yang dilaporkan menunjukkan bahwa ameloblastoma jauh
lebih sering dijumpai pada mandibula dibanding pada maksila. Kira-kira 80%
terjadi dimandibula dan kira-kira 75% terlihat di regio molar dan ramus,
Ameloblastoma maksila juga paling umum dijumpai pada regio molar.
Pada
tahap yang sangat awal , riwayat pasien asimtomatis (tanpa gejala).
Ameloblastoma tumbuh secara perlahan selam bertahun-tahun, dan tidak ditemui
sampai dilakukan pemeriksaan radiografi oral secara rutin. Pada tahap awal ,
tulang keras dan mukosa diatasnya berwarna normal. Pada tahap berikutnya,
tulang menipis dan ketika teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa lunak
pada penekanan dan dapat memiliki gambaran berlobul pada radiografi. Dengan
pembesarannya, maka tumor tersebut dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas
dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi jaringan lunak. Pasien jadi
menyadari adanya pembengkakan yang progresif, biasanya pada bagian bukal
mandibula, juga dapat mengalami perluasan kepermukaan lingual, suatu gambaran
yang tidak umum pada kista odontogenik. Ketika menembus mukosa, permukaan tumor
dapat menjadi memar dan mengalami ulserasi akibat penguyahan. Pada tahap lebih
lanjut,kemungkinan ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi tetangga
dapat goyang bahkan tanggal.
Pembengkakan
wajah dan asimetris wajah adalah penemuan ekstra oral yang penting. Sisi
asimetris tergantung pada tulang utama atau tulang-tulang yang terlibat.
Perkembangan tumor tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada penekanan saraf
atau terjadi komplikasi infeksi sekunder. Terkadang pasien membiarkan
ameloblastoma bertahan selama beberapa tahun tanpa perawatan dan pada
kasus-kasus tersebut ekspansi dapat menimbulkan ulkus namun tipe ulseratif dari
pertumbuhan karsinoma yang tidak terjadi. Pada tahap lanjut, ukurannya
bertambah besar dapat menyebabkan gangguan penguyahan dan penelanan.
Perlu
menjadi perhatian, bahwa trauma seringkali dihubungkan dengan perkembangan
ameloblastoma. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tumor ini sering kali
diawali oleh pencabutan gigi, kistektomi atau beberapa peristiwa traumatik
lainnya. Seperti kasus-kasus tumor lainnya pencabutan gigi sering mempengaruhi
tumor (tumor yang menyebabkan hilangnya gigi) selain dari penyebabnya sendiri.
Tumor
ini pada saat pertama kali adalah padat tetapi kemudian menjadi kista pada
pengeluaran sel-sel stelatenya. Ameloblastoma merupakan tumor jinak tetapi
karena sifat invasinya dan sering kambuh maka tumor ini menjadi tumor yang
lebih serius dan ditakutkan akan potensial komplikasinya jika tidak
disingkirkan secara lengkap. Tetapi sudah dinyatakan bahwa sangat sedikit kasus
metastasenya yang telah dilaporkan.
G.
GAMBARAN
HISTOPATOLOGIS AMELOBLASTOMA
Amloblastoma
menunjukkan berbagai macam variasi pola histologi bergantung pada arah dan
derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara
histologis terdiri dari folikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan
tipe basal.
1.
Tipe
Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukkan
gambaran histologi yang tipikal dengan adanya sarang-sarang folikular dari
sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar
dan kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang
menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti
retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista.
2.
Tipe
Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan
kehadiran sel tumor yag berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan
berhubungan satu sama lain. Stroma berbentuk dari jaringan ikat yang longar dan
edematours fibrous yang mengalami degenerasi kistik.
3.
Tipe
Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan
karakteristik adanya aquamous metaplasia dari retikulum stelata yang berada
diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil berbentuk ditengan sarang sellular.
Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat.
4.
Tipe
Sel Granular
Pada ameloblastoma tipe sel granular ditandai
dengan adanya transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel
retikulum stelata, sehingga memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan
eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal.
5.
Tipe
Sel Basal
Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip
karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang
kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor
jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai.
H.
GAMBARAN
RADIOLOGIS AMELOBLASTOMA
Secara
radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran radiolusensi yang
multiokular atau uniokular.
1.
Multiokular
Pada tipe ini tumor menunjukkan gambaran
bagian-bagian yang terpisah oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa
tumor. Gambaran multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan
gambaran seperti soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat
ditentukan karena lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang
yang normal. Resopi akar jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada
beberapa lesi yang tumbuh dengan cepat.
2.
Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak
tampak adanya karakteristik atau gambaran yang patologis. Bagian periferal dari
lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi.
Pada lesi lanjut akan mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang
kortikal dapat dilihat dari gambaran rontgen.
Gambaran Radiologis
1.
Berupa
lesi unilokuler atau multilokuler dengan gambaran seperti sarang tawon (honey
comb appearance) pada lesi kecil.
2.
Gambaran
busa sabun (soap bubble appearance) pada lesi besar.
3.
Secara
radiologis tepinya berbatas jelas, halus, corticated dan curved, terdapat resorpi
akar dan bergesernya gigi jauh dari tempat asal.
I.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG AMELOBLASTOMA
1.
X-ray
kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu mencari
daerah yang tidak normal pada rahang.
2.
CT scan
(computed tomography scan)
CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi
dari kepala dan leher yang dapat mengungkapkan apakah ameloblastoma telah
invaded tisu atau organ lain.
3.
MRI
(magnetic resonance imaging)
MRI Scan, yang menggunakan magnet dan
gelombang radio untuk membuat gambar 3 dimensi yang dapat mengungkapkan
abnormalitas kecil di kepala dan leher. Dokter juga menggunakan MRI Scan untuk
menentukan apakah ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau sinuses.
4.
Tumor
marker (penanda tumor).
J.
PENATALAKSANAAN
AMELOBLASTOMA
Perawatan
tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas, dengan
atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini
radioresisten. Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.
Perawatan
untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai jaringan
sehat yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan
untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk mengikuti
pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi
paska operasi ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan
secara rutin. Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah
tulang yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak
bersifat radiosensitif tapi dengan terapi X-ray dan radium mempunyai efek dalam
menghambat pertumbuhan lesi ini.
Beberapa
prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati ameloblastoma antara
lain:
1. Enukleasi
Enukleasi
merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada suatu diskusi
menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling tidak
efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak
dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda
mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang
yang sudah diivansi oleh sel tumor.
Teknik
enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-kadang
tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum,
maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat
diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveksi dari kuret dengan tarikan yang
lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada
pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus
diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya
tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan
endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
2. Eksisi
Blok
Kebanyakan
ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang
dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabilah
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi
semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang
dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada
outline osteotomi, dengan bur leher panjang henahan. Oesteotomi digunakan untuk
melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang
dengan tepi yang aman dari tulang normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah
melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan
posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi
juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor
dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara
terpisah.
3. Hemimandibulektomi
Merupakan
pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja melibatkan
pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan pembuangan
kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula sampai regio simfisis tanpa
menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah
yang dinamakan “Andy Gump Deformity”
Reseksi
mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila
diperluka) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudain dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus bahwa
mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale
mungkin saja dapat terjadi perdarahan karena adanya neurovascular.
4. Hemimaksilektomi
Akses
ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan bibir
melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan
infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari
maksila dan dari ethmoid.
Setelah
diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan
ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan
ascillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian
menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong
menuju alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras.
Kemudian pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong
ke nasofaring dengan menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan
pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang
tepat diperlukan untuk mengontrol perdarahan.
K.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN AMELOBLASTOMA
1. Pengkajian
Keperawatan Ameloblastoma
Dasar
pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut
Doenges (2000), adalah:
a.
Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b.
Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c.
Integritas
ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
d.
Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.
Makanan
dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f.
Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g.
Nyeri
dan kenyamanan
Data
Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah,
merintih.
h.
Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
i.
Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. Diagnosa
Keperawatan Ameloblastoma
a.
Nyeri
berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi pembedahan.
b.
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan
tubuh.
c.
Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area
rahang.
d.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri luka operasi.
3. Rencana
Keperawatan Ameloblastoma
NO
|
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
|
PERENCANAAN
|
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
||
1.
|
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (luka
insisi operasi)
|
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3x24 jam pasien mampu untuk
1.
Mengontrol
nyeri dengan indikator:
a.
Mengenal
factor-faktor penyebab nyeri
b.
Mengenal
onset nyeri
c.
Melakukan
tindakan pertolongan non-analgetik
d.
Menggunakan
analgetik
e.
Melaporkan
gejala-gejala kepada tim kesehatan
f.
Mengontrol
nyeri
Keterangan:
1.
=
tidak pernah dilakukan
2.
=
jarang dilakukan
3.
=
kadang-kadang dilakukan
4.
=
sering dilakukan
5.
=
selalu dilakukan pasien
2.
Menunjukan
tingkat nyeri
Indikator:
a.
Melaporkan
nyeri
b.
Melaporkan
frekuensi nyeri
c.
Melaporkan
lamanya episode nyeri
d.
Mengekspresi
nyeri: wajah
e.
Menunjukan
posisi melindungi tubuh
f.
kegelisahan
g.
perubahan
respirasi rate
h.
perubahan
Heart Rate
i.
Perubahan
tekanan Darah
j.
Perubahan
ukuran Pupil
k.
Perspirasi
l.
Kehilangan
nafsu makan
Keterangan:
1 : Berat
2 : Agak berat
3 : Sedang
4 : Sedikit
5 : Tidak ada
|
1.
Manajemen
Nyeri
a. Kaji secara komphrehensif tentang nyeri,
meliputi: lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
b.observasi isyarat-isyarat non verbal dari
ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara
efektif
c. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
d.
Gunakan
komunikiasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
e. Kaji latar belakang budaya pasien
f. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu makan, aktifitas kognisi, mood,
relationship, pekerjaan, tanggungjawab peran
g.Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga
dengan nyeri kronis
h.Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri yang telah digunakan
i. Berikan dukungan terhadap pasien dan
keluarga
j. Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
k.kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (seperti:
temperatur ruangan, penyinaran, dll)
l. Anjurkan pasien untuk memonitor sendiri
nyeri
m.
Ajarkan
penggunaan teknik non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi
musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massase)
n.Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri
o.Modifikasi tindakan mengontrol nyeri berdasarkan respon
pasien
p.Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
q.Anjurkan pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri
secara tepat
r. Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau terjadi keluhan
s. Informasikan kepada tim kesehatan
lainnya/anggota keluarga saat tindakan nonfarmakologi dilakukan, untuk
pendekatan preventif
t. Monitor kenyamanan pasien terhadap
manajemen nyeri
2.
Pemberian
Analgetik
a. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas,dan keparahan sebelum pengobatan
b.Berikan obat dengan prinsip 5 benar
c. Cek riwayat alergi obat
d.
Libatkan
pasien dalam pemilhan analgetik yang akan digunakan
e. Pilih analgetik secara tepat /kombinasi
lebih dari satu analgetik jika telah diresepkan
f. Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non
narkotik, NSAID) berdasarkan tipe dan keparahan nyeri
g.Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan sesuadah
pemberian analgetik
h.Monitor reaksi obat dan efeksamping obat
i. Dokumentasikan respon setelah pemberian
analgetik dan efek sampingnya
3.
Lakukan
tindakan-tindakan untuk menurunkan efek analgetik (konstipasi/iritasi
lambung)
|
2.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
|
Setelah dilakuakan asuhan keperawatan
selama 2x24 jam pasien dapat memperoleh
1.
Pengetahuan:Kontrol
infeksi
Indikator:
a.
Menerangkan
cara-cara penyebaran infeksi
b.
Menerangkan
factor-faktor yang berkontribusi dengan penyebaran
c.
Menjelaskan
tanda-tanda dan gejala
d.
Menjelaskan
aktivitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi
Keterangan:
1 : tidak pernah
2 : terbatas
3 : sedang
4 : sering
5 : selalu
2.
Status
Nutrisi
a.
Asupan
nutrisi
b.
Asupan
makanan dan cairan
c.
Energi
d.
Masa
tubuh
e.
Berat
badan
Keterangan:
1 : sangat bermasalah
2 : bermasalah
3 : sedang
4 : sedikit bermasalah
5 : tidak bemasalah
|
1.
Bersikan
lingkungan setelah digunakan oleh pasien
2.
Ganti
peralatan pasien setiap selesai tindakan
3.
Batasi
jumlah pengunjung
4.
Ajarkan
cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
5.
Anjurkan
pasien untuk cuci tangan dengan tepat
6.
Gunakan
sabun antimikrobial untuk cuci tangan
7.
Anjurkan
pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan
pasien
8.
Cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
9.
Lakukan
universal precautions
10. Gunakan sarung tangan steril
11. Lakukan perawatan aseptic pada semua jalur
IV
12. Lakukan teknik perawatan luka yang tepat
13. Ajarkan pasien untuk pengambilan urin porsi
tengah
14. Tingkatkan asupan nutrisi
15. Anjurkan asupan cairan yang cukup
16. Anjurkan istirahat
17. Berikan terapi antibiotik
18. Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda dan gejala dari infeksi
19. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
bagaimana mencegah infeksi
|
3.
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang.
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk
keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
1.
Berat
badan 20 % atau lebih di bawah ideal
2.
Dilaporkan
adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)
3.
Membran
mukosa dan konjungtiva pucat
4.
Kelemahan
otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah
5.
Luka,
inflamasi pada rongga mulut
6.
Mudah
merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan
7.
Dilaporkan
atau fakta adanya kekurangan makanan
8.
Dilaporkan
adanya perubahan sensasi rasa
9.
Perasaan
ketidakmampuan untuk mengunyah makanan
10. Miskonsepsi
11. Kehilangan BB dengan makanan cukup
12. Keengganan untuk makan
13. Kram pada abdomen
14. Tonus otot jelek
15. Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi
16. Kurang berminat terhadap makanan
17. Pembuluh darah kapiler mulai rapuh
18. Diare dan atau steatorrhea
19. Kehilangan rambut yang cukup banyak
(rontok)
20. Suara usus hiperaktif
21. Kurangnya informasi, misinformasi
Faktor-faktor yang berhubungan :
Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna
makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis,
psikologis atau ekonomi.
|
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
1.
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2.
Berat
badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3.
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4.
Tidak
ada tanda tanda malnutrisi
5.
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
1.
Nutrition
Management
a.
Kaji
adanya alergi makanan
b.
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
c.
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan intake Fe
d.
Anjurkan
pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e.
Berikan
substansi gula
f.
Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g.
Berikan
makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
h.
Ajarkan
pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i.
Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j.
Berikan
informasi tentang kebutuhan nutrisi
k.
Kaji
kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
2.
Nutrition
Monitoring
a.
BB
pasien dalam batas normal
b.
Monitor
adanya penurunan berat badan
c.
Monitor
tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d.
Monitor
interaksi anak atau orangtua selama makan
e.
Monitor
lingkungan selama makan
f.
Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g.
Monitor
kulit kering dan perubahan pigmentasi
h.
Monitor
turgor kulit
i.
Monitor
kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j.
Monitor
mual dan muntah
k.
Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l.
Monitor
makanan kesukaan
m.
Monitor
pertumbuhan dan perkembangan
n.
Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o.
Monitor
kalori dan intake nuntrisi
p.
Catat
adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q.
Catat
jika lidah berwarna magenta, scarlet
|
4.
|
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa
nyeri luka operasi.
|
1.
Anxiety
Control
2.
Comfort
Level
3.
Pain
level
4.
Sleep:
extent ang patten
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam, gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil :
1.
Jumlah
jam tidur dalam batas normal
2.
Pola
tidur,kualitas dalam batas normal
3.
Perasaan
fres sesudah/istirahat
4.
Mampu
mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
|
Sleep Enhancement
1.
Determinasi
efek-efek medikasi terhadap tidur
2.
Jelaskan
pentingnya tidur yang adekuat
3.
Fasilitasi
untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur (membaca)
4.
Ciptakan
lingkungan yang nyaman
5.
Kolaborasi
pemberian obat tidur.
|
wihh nice info, saya pengunjung setia web anda
BalasHapuskunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
http://goldengamatemasmitoha.com/pengobatan-kista-bartholin/